Ketika pertama kali berkenalan, saya terkagum-kagum akan banyaknya cerita yang ia sampaikan dalam semalam.
Begitu banyak, sehingga kami terus terjaga hingga pagi.
Hari-hari lewat, dan ceritanya masih tak habis juga.
Pada suatu hari, di sela-sela ceritanya yang banyak dan selalu membuat saya duduk manis mendengarkannya, ia menyelipkan kalimat yang lain bunyinya. Sebuah tawaran –bukan cerita.
Ia mengajak saya jadi pasangan hidupnya.
Katanya, dengan begitu ia bisa terus bercerita, leluasa, tanpa harus pulang karena jam berkunjung pacaran sudah selesai.
Saya menjawab ya. Siapa bisa lepas dari ceritanya (dan ilmu-ilmu baru yang ia punya, dan kepandaian membuat ini itu yang ia bisa…)
Ternyata, setelah kami bersama, ia mulai sering diam, karena punya kegemaran baru: mendengarkan cerita yang saya sampaikan.
Cerita yang dulu tak pernah ingin saya bagikan kepada siapa pun (karena merasa tak punya cerita yang indah untuk disampaikan).
Ia membuat saya mendengarkan suara sendiri,
Suara yang saya pikir –dulu- tak pernah ada.
Kami masih bersama.
Kami masih saling berbagi cerita.
Tentu tak selalu indah, tetapi kami tetap berbagi.
Tetap bicara, sambil selalu bergantian mendengarkan.
Terima kasih, Pak.
bikin ngiri! :p
ReplyDeleteSaya yakin suatu banyak yang iri pada Mbak Emy.
ReplyDeleteWaktunya akan tiba.
Yakinlah.
Salam kenal,
Linda Thio
Facebook: Linda Thio
Iya bener, "Everything is about timing. Timing is everthing"
ReplyDeleteanyway, "Salam Kenal" juga *kedip2* hahahahaha. Gaya tulisanmu Mbak Linda, mengingatkanku pada seorang teman kuliah bernama tengah Linda:p
ReplyDelete